Medan - Diskriminasi peliputan berita yang konon nota benenya disebut-sebut bertujuan untuk membredel Insan Pers, hingga kini masih terjadi mewarnai Dunia Jurnalistik di Sumatera Utara - Medan.
Kondisi ini, hampir terjadi di semua instansi Pemerintah maupun Swasta yang ada di Propinsi Sumatera Utara - Medan. Melampirkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers, dijadikan syarat utama yang harus dipenuhi Insan Pers untuk bisa bekerjasama dengan Instansi dimaksud.
Sehingga, seolah-olah persyaratan UKW dan Terverifikasi Dewan Pers, menjadi senjata ampuh, untuk menakut-nakuti Wartawan agar tidak bisa mendekat melakukan peliputan pemberitaan di Instansi dimaksud.
Seperti yang terjadi di KPU Provinsi Sumut, melalui Kepala Sub Bagian (Kasubbag)
Partisipasi Hubungan Masyarakat (Parhubmas) nya - Ririn, disebut-sebut telah melakukan Diskriminasi terhadap Wartawan terkait Peliputan Pemberitaan Kegiatan KPU Propinsi Sumut.
Informasi yang dihimpun dari kalangan Wartawan yang bertugas di Medan, Instansi Pemerintah Pelaksana Pemilihan Kepala Daerah Tingkat Propinsi Sumut atau tingkat Gubernur ini, sebelumnya melayangkan selebaran persyaratan kepada Wartawan yang ingin bekerjasama dengan KPU Sumut via Medsos.
Dan barang siapa Insan Pers atau Wartawan yang memenuhi persyaratan dimaksud, akan diizinkan meliput kegiatan KPU Sumut yang ditandai dengan dan sesuai nomor urut saat memasuki tempat acara pelaksanaan kegiatan tersebut. Lalu, usai kegiatan, akan diberikan berupa uang pembinaan senilai Rp. 150.000,- hingga Rp. 250.000 per Wartawan.
Selain itu, bagi para Wartawan yang telah sah dinyatakan bekerjasama dengan KPU Sumut, juga akan diberikan kesempatan untuk memuat Iklan KPU Sumut di Media Wartawan masing-masing, yang akan dibayar senilai Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 3.000.000,- per Iklan per Wartawan atau per Media.
Sementara itu, bagi Wartawan yang tidak sempat atau terlambat memasukan berkas persyaratan, atau lewat batas dari batas waktu yang ditentukan, tidak akan bisa lagi menjalin kerjasama dengan KPU Sumut, serta tidak akan diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan pemberitaan, apalagi untuk mendapatkan uang pembinaan dari KPU Sumut, alias gigit jari.
Dalam Selebaran Persyaratan itu, selain Berkas Pendirian Perusahaan Pers, Susunan Redaksi, Kemenkumham, ID Card Pers, Surat Penugasan Wartawan, NPWP, serta lain sebagainya, KPU Sumut juga mencantumkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers yang disebut-sebut sebagai persyaratan utama.
Padahal, mengutip pemberitaan yang dilansir oleh Media Online dan Cetak BERITA INDO News (BIN), terbit Senin (15/7/2024) lalu, jelas memberitakan, bahwa kedua persyaratan tersebut bukan menjadi ukuran bagi Wartawan untuk melaksanakan Tugas Jurnalistik.
"Luar Biasa !! Ketua Dewan Pers Sampaikan Kepublik, Media Tak Perlu Lagi Ada Verifikasi dan UKW Bagi Jurnalis
Jakarta – (BIN) – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.
Sangat Luar biasa setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tak harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik dalam keterangan resminya, Kamis (04/04/2024)
Setiap perusahaan pers, lanjut dia, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.
Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.
Begitupun Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers. UKW adalah Peraturan Dewan Pers”, terang Kamsul Hasan, Ahli Pers Dewan Pers dan Ketua Bidang Kompetensi Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat itu.
Dengan kata lain, masih sangat banyak wartawan yang belum mengikuti dan belum lulus UKW, yang melaksanakan tugas-tugas jurnalistik di Indonesia. Sekali lagi
UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia, Pertanyaannya, lanjut Kamsul, apakah para wartawan yang sudah lulus UKW menjadi jaminan bagi kualitas produk jurnalistik yang mereka hasilkan?
Secara blak-blakkan, Kamsul Hasan yang dua periode menjadi Ketua PWI Jaya, 2004-2009 dan 2009-2014, menyatakan, lulus UKW bukan jaminan.
“Masih banyak wartawan yang sudah lulus UKW, tapi kualitas produk jurnalistik mereka, rendah. Sebaliknya, cukup banyak wartawan yang belum ikut UKW, tapi produk jurnalistik mereka benar-benar berkualitas,” ungkap Kamsul Hasan, Sarjana Ilmu Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta.
Kamsul Hasan menduga, kebijakan sejumlah lembaga pemerintah yang menolak bekerjasama dengan wartawan yang belum UKW, semata-mata hanya karena mereka ingin membatasi jumlah wartawan yang terlibat di kegiatan mereka.
“Dari pencermatan saya, para pimpinan lembaga pemerintah yang hendak memperpanjang periode jabatannya, umumnya tidak mempermasalahkan wartawan UKW atau non-UKW,” ujar Kamsul Hasan dengan senyum penuh makna. (*)", demikian isi pemberitaan yang ditangkan oleh Media Online dan Cetak BIN.
Namun, setelah ditelusuri, Informasi terakhir yang dihimpun Awak Media, ternyata banyak Wartawan yang belum UKW dan belum Terverifikasi Dewan Pers, tetap ditampung sebagai Mitra Pemberitaan dan Iklan di KPU Sumut, asal saja pemasukan berkas untuk persyaratan kerjasama tidak melewati batas yang ditentukan. Tapi jika lewat dari batas waktu yang diumumkan, tidak akan dilayani kembali.
Situasi ini, akhirnya melahirkan persepsi dan dugaan miring dikalangan Wartawan menyebutkan, bahwa batas waktu pendaftaran dan persyaratan harus UKW serta Terverifikasi Dewan Pers, adalah merupakan akal-akalan pihak KPU Sumut, dalam hal ini Subbag Parhubmas, untuk membatasi jumlah Insan Pers yang harus meliput kegiatan KPU Sumut.
Bahkan para Insan Jurnalis ini juga akan membuat laporan terkait telah terjadinya Pelanggaran UU Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 ayat (1) menyatakan, "menghalangi tugas Wartawan melakukan tugas Jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-.
Sebab, UU Pers memberikan jaminan perlindungan hukum bagi Jurnalis dalam menjalankan profesinya. Karena Jurnalis memiliki hak imunitas dan tidak boleh dirintangi, dituntut, ditangkap, disandera, ditahan, dianiaya, atau dibunuh dalam kaitannya dengan tugas kewartawanannya.
Jurnalis juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum saat menjalankan fungsi, hak, kewajiban, dan perannya, yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum ini dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Dan meminta kepada aparat penegak hukum, baik Kepolisian dan Kejaksaan, untuk melakukan pemeriksaan terperinci atas penggunaan anggaran di KPU Sumut. Pasalnya, dibatasinya Waktu dan harus dilengkapinya persyaratan UKW dan Terverifikasi Dewan Pers, sepertinya tidak tertutup kemungkinan adalah usaha oknum terkait di KPU Sumut untuk mengurangi jatah Uang Pembinaan bagi Wartawan. Selain itu juga dinilai telah mencederai Dunia Jurnalistik dan UU Pers.
"Adanya pembatasan waktu dan persyaratan yang diduga sengaja dibuat-buat untuk membatasi jumlah Wartawan yang meliput di KPU, dinilai telah mencederai dan melukai Dunia Jurnalistik dan mengkebiri hak dan kewajiban Insan Jurnalistik. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan terkait penggunaan anggarannya", sebut salah seorang Wartawan yangvtidak mau namanya disebutkan dalam pemberitaan ini.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kasubbag Parhubmas KPU Sumut - Ririn, Senin (26/8/2024), hingga berita ini dimuat tidak menjawab konfirmasi Wartawan. ( Lidia)