SEMARANG- Sehubungan dengan munculnya pemberitaan di beberapa media online mengenai mafia tanah, yang diarahkan kepada salah satu anggota Dewan Pakar Pemuda Pancasila MPW Jateng yakni dr. S, Ketua Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila MPW Jateng, Rizka Abdurrahman, S.H., M.H., C.Med, CLMC,CCA, beserta jajarannya dengan didampingi oleh Wakil Ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Jawa Tengah dan Kabid Politik Pertahanan dan Keamanan MPW Pemuda Pancasila Jateng, serta beberapa pengurus lainnya memberikan pernyataan serta menjelaskan kebenaran terkait tuduhan yang dialamatkan kepada dr. S, Selasa (19/09/2023) di Semarang.
Mengenai tuduhan yang menyebutkan dr.S adalah mafia tanah berhubungan dengan pemakaian tanah tanpa izin di pangkalan truk di Kelurahan Genuksari Kecamatan Genuk Kota Semarang, juga pemberitaan yang menyudutkan dr. S, ke arah tuduhan terkait permasalahan tanah atas nama PT. MAP, Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila MPW Jawa Tengah Rizka Abdurrahman menjelaskan, bahwa apa yang diunggah di beberapa media online yang bersumber dari pendapat salah satu oknum anggota DPR RI berinisial DIP, adalah tidak bendasar dan tidak benar.
"Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa dr. S adalah merupakan bagian keluarga besar kita di Pemuda Pancasila MPW Jawa Tengah sebagai anggota Dewan Pakar, kami dari BPPH Pemuda Pancasila Jateng menyesalkan pemberitaan yang menyudutkan dr. S, yang mana pernyataan itu dikeluarkan oleh DIP, salah satu anggota DPR RI yang notabene membawahi bidang hukum di negara ini. Kami dari ormas Pemuda Pancasila sebagai perwakilan dari masyarakat di Jawa Tengah melihat pemberitaan itu tidak objektif dan menyerang kehormatan pribadi dr. S," ungkap Rizka
Rizka Abdurrahman menerangkan, berkenaan sengketa tanah yang terjadi di pangkalan truk di Kelurahan Genuksari, hal yang dituduhkan kepada dr. S itu tidak benar dan tidak berdasar. Permasalahan tanah di lokasi tersebut sebetulnya adalah murni masalah tumpang tindih tanah, bukan penguasaan tanah tanpa izin seperti yang dituduhkan, sebab di lokasi tersebut dr. S juga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai alas hak kepemilikan atas tanah tersebut, yang juga sama-sama dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang. Adapun dr. S memperoleh tanah tersebut dari warisan orang tuanya, dalam mekanisme penerbitan sertifikatnya juga sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan mencermati kondisi tersebut, sambung Rizka, semestinya DIP anggota DPR RI melakukan pengecekan data terlebih dahulu secara komprehensif, sebelum membuat pernyataan tuduhan berkaitan dengan mafia tanah. Pemuda Pancasila dalam hal ini justru mempertanyakan tentang terbitnya SHM kepunyaan orang lain yaitu Saudara DBS yang sebelumnya mempermasalahkan tersebut. Sebab setelah dipelajari seluruh data yang ada diketahui munculnya sertifikat Saudara DBS tersebut berdasarkan Buku C Desa luasnya hanya 2.080 m2 namun anehnya setelah terbit SHM bisa tertulis seluas 5.724 m2, sedangkan sertifikat SHM milik dr. S sendiri luasannya sudah sesuai dengan alas hak yang diajukan.
"Dari sini kami jadi penasaran mengenai siapa yang sebenarnya bermain dan menjadi mafia tanah. Seharusnya penerbitan SHM itu harus sesuai dengan dasar alas hak yg diajukan dalam hal ini keterengan Buku C Desa Genuksari yang dimiliki, jadi permasalahan hukum muncul pada saat alas hak yang berdasarkan Buku C Desa tanah kepunyaan Saudara DBS itu seluas 2.080 m2 namun ketika disertifikatkan menjadi 5.724 m2, inilah awal permasalahan muncul hingga terjadi tumpang tindih tanah. Maka kami dari ormas Pemuda Pancasila MPW Jawa Tengah akan terus mengawal permasalahan tanah ini, jangan sampai terjadi hal-hal yang merugikan dr. S," jelas Rizka.
Rizka melanjutkan, Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Majelis Pimpinan Wilayah Jawa Tengah berpedapat bahwa permasalahan tumpang tindih tanah di Genuksari tersebut adalah murni sengketa tumpang tindih tanah dan ini murni adalah perkara perdata dan saat ini juga tengah dilakukan upaya gugatan perdata oleh dr. S di Pengadilan Negeri Semarang.
Adapun terkait tuduhan bahwa dr. S memerintahkan membuat akta palsu yang dimuat beberpa pers online, hal itu pun menurut Rizka Abdurrahman tidak benar. Bahwa kasus dugaan pemalsuan dokumen tersebut justru dr. S adalah korban, dan bahwa yang membuat memerintahkan membuat akta palsu tersebut bukan dr. S melainkan pihak lain.
Terhadap kasus pemalsuan dokumen tersebut pun sudah ada yang melaporkan ke Polda Jateng dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/468/VIII/2022/SPKT/Polda Jateng tertanggal 19 Agustus 2022 tentang dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen berupa akta autentik dan/atau menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP. Dalam kasus tersebut status perkaranya sudah ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/241.a/VIII/Res.1.9/2022/Reskrimum tanggal 25 Agustus 2022 dan dan saat ini sudah ada penetapan tersangka oleh Polda Jateng dalam kasus tersebut yaitu seorang notaris yang berkantor di Kabupaten Demak.
Rizka mengemukakan, sebagai wakil rakyat yang memiliki tugas sebagai penerima aspirasi masyarakat seharusnya Saudara DIP dalam melihat suatu permasalahan harus secara obyektif dan tidak berpihak, serta tidak semestinya membuat pernyataan yang kontroversial yang sifatnya tuduhan tanpa dasar.
"Oleh karena dr. S ini merupakan anggota Dewan Pakar Pemuda Pancasila MPW Jawa Tengah, kami di Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Jawa Tengah akan terus mengawal kasus ini agar jangan sampai terjadi hal-hal yang merugikan dr. S, dan kami akan menjadi garda terdepan dalam pembelaan terhadap anggota kami," ucap Rizka.( Adi)