FORUM PEMILIK HAK SULUNG (FPHS) TSINGWAROP, MINTA FREEPORT HENTIKAN OPERASI TAMBANG DI KAB.MIMIKA DI WILAYA KAMI

Timika Papua, mediadunianews.co - Setelah Paskah Pengumuman Skema Disvestasi Saham yang diputuskan oleh Negara melalui Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Desember 2018 lalu kami telah ikuti namun, suara anak-anak Papua Pemilik Hak Sulung, Pemilik Tambang Emas terbesar ternyata tidak secara tertulis di masukkan dalam Skema Pembagian Saham, yang terjadi adalah hanya egois Pemerintah Pusat dan daerah serta Freeport,  yang terkesan mencatatat kembali  peristiwa 51 tahun  lalu bahwa negara tidak pernah peduli dengan pemiik Hak Ulayat, bahwa Pemilik Hak ulayat akan terus diabaikan, "ungkap ketua FPHS. Kamis ( 27 /12/18 ) ke mediadunianews.co melaluai telpon.

Kami sudah melakukan pertemuan ke Pertemuan, dapat rekomendasi ke Rekomendasi memasukkan surat ke Seluruh Menteri dan Juga Presiden, tapi kami ada melihat negara tetap tidak peduli dengan Rakyat yang memiliki hak Mutlak terhadap tanah dan kekayaan alam. Semua pihak sudah mengetahui bahwa FPHS Tsingwarop akan melakukan penutupan Tambang jika 4 Point yang kami usulkan tidak diakomodir yaitu.

Pertama, FPHS Tsingwarop Wajib Ikut terlibat dalam seluruh keputusan Saham dan ikut menentukan Ijin sesuai amanat UU Minerba No 4 tahun 2009 Pasal 135. Kedua, Pemilik Hak Ulayat harus tercatat atau di akomodir di UU Menerba, dan ini sudah terakomodir di Pasal 135. Ketiga, Sebagai Bentuk Pengakuan Harga diri Maka, FPHS Tsingwarop harus diberikan 10% Saham Gratis Oleh Negara dan Freeport Langsung dan ke empat, FPHS Tsingwarop Harus ada Pembentukan sebuah Departemen yang sejajar dengan Freeport dan Inalum serta Pemerintah Daerah.

Dengan 3 Point yang kami ajukan dan belum terjawab segera dijawab dengan pengakuan Mutlak dengan sebuah tulisan didokumen Negara. Kami tidak mau dipermainkan lagi.

Kami sangat kecewa dengan Bupati dan Juga Gubernur serta Ketua Disvestasi dan Anggota  dari Timika, yang tidak mefasilitasi dan akomodir kami selama ini. Dan kami meminta untuk negara dan Inalum segera membicarakan ini karena di Papua Pemerintah Daerah sangat Full dan sarat dengan kepentingan Pribadi lebih Dominan dibanding kepentingan Publik dan Banyak Orang, terutama dalam hal mengakomodir Pemilik Hak Ulayat dalam diskusi-diskusi pengambilan keputusan.

Tidak bisa Pemerintah mengatasnakan Pemilik Hak Sulung dalam iven-iven dan pembicaraan-pembicaraan dengan Menteri dan Negara serta Freeport. Kami tegaskankan Pemerintah Beda dengan Pemilik Hak Ulayat, jangan Pemerintah Daerah Pakai 2 Baju dalam sebuah keputusan.

Dan Kami melihat Negara, melalui PT. Inalum dan Freeport telah melanggar sebuah Perjanjian UU Minerba Karena IUPK yang diterima oleh Perusahaan harus ada Ijin Resmi oleh Pemilik Hal Tanah Adat yany termuat jelas dalam UU Menerba NO.4 Tahun 2009 Berbunyi “ Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannnya setelah mendapat persetujuan dari Pemegang hak atas tanah.”

Dari Cuplikan Pasal ini maka Pemegang Hak atas Tanah adalah Masyarakat Pemilik Hak Ulayat yang mendiami daerah tambang ini dan mereka adalah pemilik Hak Kesulungan yang harus memberikan ijin sebelum kegiatan operasi tambang berjalan, dengan Demikian dalam bentuk Protes kami maka kami menjalankan amanat undang-Undang ini serta seluruh Peraturan dari Adat, Agama (10 Perintah Allah) Pancasila 5 Sila, UUD 45 Pasal 33 ayat 3 Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di Dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.

UU Lingkungan Hidup, UU serta Peraturan Kehutanan, UU OTSUS Papua, serta Hukum International Convensi ILO 169 semuanya mejamin tentang Hak Ulayat atas tanah Adat.
Dengan Aturan di atas ini sangat jelas mengamanatkan kepada kami bahwa tambang harus diberhentikan dulu sebelum jalankan aturan dan mengakomodir pemilik Hak Kesulungan Tambang Emas Terbesar yang akan dikelola, Kami sampaikan Cukup-Cukup dan Cukup Penderitaan kami karena Negara melalui Pemerintah  dan Perusahaan terus mengabaikan kami.

Beberapa Waktu Lalu kami sudah dipanggil oleh Dinas Pertambangan Provinsi Papua Bapak PLT. Firts Borai sudah secara resmi depan LSM dan beberapa Media Nasional sudah sampaikan bahwa FPHS Tsingwarop mendapat 4 Persen dan Itu menurrut Kami Pak Ketua FPHS (Yafet Manga Beanal) menyatakan dengan Ibarat 4 % sudah Masuk ke Noken FPHS dan jika ada yang mau mengeluarkan dari noken saya;  berarti akan berhadapan dengan kami pemilik Hak Kesulungan ini. Dan Harapan besar Kami dalam Skema Berikut ini tidak Kami digabungkan dengan Pemerintah Daerah Mimika, kami harus berdiri sendiri.

Struktur di Atas ini menurut kami harus segera dirubah dan akomodir secara jelas tentang FPHS Tsingwarop tidak tergabung dengan Pemerintah Daerah Mimika, sehingga kami tidak mau ketidak jelasan Anggaran dan segalah hal yang terjadi kami tidak mau biar Pemerintah Atur Alokasi Khusus untuk beliau untuk Pemilik Hak Sulung Harus diatur Oleh Kami sendiri.

Jika Hal ini terakomodir Maka Kami juga akan menjadi Mitra yang baik dengan Pemerintah, Inalum dan Perusahaan PT. Freeport Indonesia.

Kami dengan Tegas menyampaikan bahwa yang menuntut untuk Tutup Tambang adalah Aturan Bukan keinginan dari FPHS Tsingwarop atau Masyarakat pemilik Hak Ulayat. Biar tahun Baru ini Tanggal 3 menjadi sejarah baru bahwa Tambang Terbesar ini setelah mendapat keputusan dari Presiden langsung tambangnya di Tutup, "uangkap ketua FPHS mengahiri.

Dedi Abakai.
Editor : Edy MDNews 01.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال